Medan – Sebanyak tiga orang saksi ahli dihadirkan terdakwa dalam persidangan perkara dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Sapi TA 2019 Asahan yang disebut Jaksa telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 615 juta, di PN Tipikor Medan, Senin/ 14 Februari 2022.
Ahli yang dihadirkan terdakwa Muhammad Sahlan alias (MS) selaku kontraktor dan terdakwa Nina Sahrani (NS) selaku PPK Dinas Peternakan yaitu : Ahli Pengadaan Barang/jasa USU, Drs, Edi Usman, ST, MT, AU,. Ahli Peternakan Universitas Panca Budi, Andika Putra, SPt, MP,. dan Ahli Hukum Pidana USU, DR, Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum,.
Di hadapan majelis hakim, Ahli Peternakan Universitas Panca Budi, Andika Putra, SPt, MP, juga menguraikan didepan persidangan bahwa methodologi dalam pengukuran tinggi sapi harus menggunakan tongkat ukur, sehingga jika dilakukan dengan meteran bangunan atau alat lain yang bukan tongkat ukur yang tidak standart, maka hasilnya tidak valid atau diragukan. Lebih lanjut, Andika juga menekankan bahwa berdasarkan kaidah keilmuan untuk menentukan usia sapi harus dengan pemeriksaan gigi sapi secara detail persatu ekor, maka menurutnya, tidak logis jika ahli yang ditugaskan Jaksa yaitu Hamdan, SPt, MSi mampu melakukan pemeriksaan gigi sapi sebanyak 70 ekor dalam waktu sehari berdasarkan hasil laporan hamdan yang diserahkan kepada pihak kejaksaan, lalu untuk menentukan jenis sapi Peranakan Ongole (PO), bahwa menurut Andika Putra, berdasarkan data statistik, masyarakat banyak yang memiliki sapi PO namun selain tidak bersertifikat juga sudah mengalami banyak perkawinan dengan jenis-jenis sapi yang bukan PO namun masih dapat dikategorikan sebagai rumpun peranakan ongole, karena itu, lanjut Andika, berkaitan dengan jenis sapi PO yang tertera dalam kontrak pengadaan sapi ini apakah ada secara spesifik dan jelas yang diminta dalam kontrak adalah jenis sapi PO bersertifikat.
Sejalan dengan uraian mengenai penentuan spesifikasi sapi yang dipersoalkan jaksa, dalam proses lelangnya juga, Ahli pengadaan, Edi Usman memaparkan bahwa menurutnya, dalam mekanisme pengadaan barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan, pihak perusahaan atau CV tidak harus memiliki ahli peternakan yang berstatus karyawan tetap, sepanjang dokumen yang diminta panitia lelang terpenuhi dan disetujui oleh panitia lelang, maka perusahaan atau CV sah jika dinyatakan sebagai pemenang. Kemudian berkaitan dengan IP Address, bahwa dijelaskan Edi Usman, tidak ada larangan hukum beberapa perusahaan/CV yang mengikuti lelang menggunakan IP Address yang sama, bahkan, Edi Usman menekankan jika ditemukan ada indikasi monopoli ataupun kongkalikong dalam suatu paket pekerjaan, maka itu masuk kedalam wilayah sengketa persaingan usaha, dan yang berwenang menyelesaikannya adalah KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) bukan Jaksa.
Kemudian, Ahli Hukum Pidana USU, Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MHum yang mendeklair sudah beratus-ratus kali menjadi saksi ahli dalam persidangan perkara hukum diseluruh wilayah Republik Indonesia, dalam keterangannya juga tegas mengatakan bahwa seseorang patut disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum jika memenuhi semua unsur rumusan dan delik dari undang-undang, tidak boleh seorang dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum jika unsur rumusan dan deliknya masih bersifat ragu-ragu.
Mahmud menjelaskan, bahwa terkait dengan ketentuan Pasal 2 UU Tipikor, maka di dalam rumusan pasalnya tegas menyebutkan sifat melawan hukumnya, yaitu unsur-unsur objektif sebagai berikut : 1. Secara melawan hukum; 2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 3. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sementara, Pasal 3 UU Tipikor tidak secara jelas menyebut perbuatan melawan hukum dalam rumusan pasalnya. Oleh karena itu PMH nya akan inheren dengan terbuktinya semua unsur objektif dalam Pasal 3 UU Tipikor tersebut. Dengan demikian, jika semua unsur objekti telah terpenuhi, maka otomaticly dengan sendirinya telah terpenuhi PMH nya.
Lebih rinci diuraikan Mahmud mengenai perihal kerugian negara, bahwa menjawab polemik ini, menurutnya, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016. SEMA tersebut mengatur tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Pidana MA Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara. Selengkapnya berbunyi: “Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara.”
Menanggapi fakta persidangan yang mengemuka, 37 Tim Advokat Pembela MS memalui juru bicaranya, Dian Novita Marwa, SH didampingi Devy Kemala, SH mengatakan bahwa dalam persidangan tadi kami melihat jaksa sempat panik lalu ibarat “mati kutu” seperti baru mendapat mata kuliah hukum dikampus.
“Ya, memang sudah sejak awal perkara ini bergulir, kami tim pengacara menilai jaksa terlalu memaksakan kasus ini dan faktanya dalam proses persidangan, dakwaan jaksa yang kami nilai kabur dan tidak cermat, kerap dibantah sendiri oleh saksi-saksi yang justru pihak mereka sendiri yang menghadirkannya, apalagi tadi pada saat para ahli menyampaikan uraian-uraiannya, kami melihat jaksa sempat panik ibarat “mati kutu” seperti baru mendapatkan pelajaran hukum dikampus…”. Tutup dian sambil tersenyum optimis.
Senada, Devy Kemala, SH juga mengungkapkan bahwa pihaknya berharap keterangan para ahli tadi akan dijadikan hakim sebagai suatu pertimbangan hukum sehingga kebenaran materil dan keadilan substantif dapat terwujud dan terbuka secara terang benderang dalam perkara yang sempat menggegerkan Kabupaten Asahan ini dan kliennya bisa dibebaskan atas nama hukum. (ran)