MEDAN – Observasi Kesehatan dan Pemeriksaan Komprehensif, memiliki perbedaan besar. Baik terkait alat yang digunakan, maupun hasil laporan pemeriksaannya. Observasi hanyalah pengamatan sederhana dan biasanya langkah awal sebelum pemeriksaan komprehensif.
Hal itu diungkap dr Luhu Afianto, dokter dari RSU Haji Medan, yang dihadirkan sebagai saksi ahli saraf oleh pihak Tergugat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi dan Tergugat Intervensi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Padang Lawas (Palas) drg Zarnawi Pasaribu, dalam sidang gugatan Bupati Palas Nonaktif Ali Sutan Harahap di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), Jl Bunga Raya No 18, Asam Kumbang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Kamis (29/9/2022).
Kesaksian dr Luhu Afianto ini justru memperkuat keterangan Pakar Hukum Tata Negara Dr Margarito Kamis SH MHum, saat menjadi saksi ahli pekan lalu, bahwa hasil observasi tersebut tidak valid.
“Observasi kesehatan itu hanya pengamatan sederhana, dengan menggunakan alat seperti alat tensi, stretoskop. Sedangkan pemeriksaan komprehensif merupakan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh di rumah sakit dengan peralatan memadai, seperti CT SCAN ataupun MRI,” terang dr Luhu Afianto menjawab pertanyaan Razman Arif Nasution selaku kuasa hukum Ali Sutan Harahap, yang biasa dipanggil Tengku Sutan Oloan (TSO).
Dalam kesaksiannya, dr Luhu Afianto yang merupakan salah seorang anggota tim medis yang dikirim Biro Otonomi Daerah (Otda) Pemerintah Provinsi Sumut (Provsu), membenarkan bahwa kehadiran tim medis di kediaman TSO memang tanpa memberitahu tujuan kedatangan kepada TSO dan keluarganya.
“Pada 21 Oktober 2021 itu, tim kesehatan yang hadir terdiri dokter saraf, dokter umum, dokter gigi dan dokter penyakit dalam, yang didampingi Kepala Bidang (Kabid) Otda Provsu Rasyid, serta Sekretaris Daerah (Sekda) Palas Arpan Nasution,” lanjutnya.
Razman kemudian mencerca saksi terkait cara observasi kesehatan yang dilakukan terhadap TSO. “Apakah benar saksi melakukan observasi itu hanya dengan alat tensi saja, dan TSO masih dalam keadaan duduk, bahkan tanpa melepas pakaiannya?,” kejar Razman.
Saksi pun kembali membenarkan, bahwa memang saat itu, observasi hanya dilakukan berdasarkan pengamatan langsung serta pemeriksaan sederhana dengan stretoskop dan alat tensi.
Lebih dalam, Razman kembali menanyakan saksi terkait hasil laporan observasi yang menuliskan bahwa TSO menderita stroke Iskemik, padahal pemeriksaan masih sebatas observasi.
Saksi dr Luhu Afianto kembali menjawab bahwa hal itu sesuai dengan pengamatan langsung serta hasil CT SCAN yang dilakukan keluarga TSO di Rumah Sakit Bukit Tinggi pada 20 Mei 2021, dan diperlihatkan kepada tim kesehatan yang datang saat itu.
Jawaban itu pun membuat Razman Nasution terbelalak heran. “Memangnya bisa, laporan CT SCAN yang dilakukan dokter dan rumah sakit lain, yang dilakukan 5 bulan sebelumnya, sebagai bagian dasar hasil laporan observasi yang dilakukan dokter berbeda?,” tanya Razman yang membuat saksi hanya duduk terdiam tanpa menjawab.
Razman pun akhirnya mengajukan keberatan dengan diajukannya dr Luhu Afianto sebagai saksi. “Menjadikan hasil CT SCAN dari dokter dan rumah sakit lain, yang dilakukan berbulan-bulan jauh sebelumnya, sebagai bagian hasil observasi, tidak dapat kami terima. Kami menolak keberadaannya sebagai saksi. Dan akan melaporkan hal ini, karena diduga sebagai malpraktek. Saksi juga tidak punya kewenangan karena bukan pihak yang bertanggung jawab atas observasi tersebut,” tegas Razman.
Ketua Majelis Hakim, Christian Edni Purba, kemudian menanyakan posisi dr Luhu Afianto dalam observasi kesehatan TSO. Saksi menjawab bahwa ia bukan sebagai penanggung jawab, hanya sebagai anggota.
Sementara itu, Sekda Palas Arpan Nasution yang turut menjadi saksi dalam persidangan itu menjawab pertanyaan Razman, alasan dirinya membuat surat kepada Gubsu, berdasarkan rembuk dari keluarga TSO, Wakil Bupati Palas dan Biro Otda Pemprovsu.
Mendengar itu, Razman pun menanyakan landasan hukumnya dan kenapa tidak melibatkan DPRD Palas sebagai wakil rakyat.
Razman kemudian menyentil jawaban Arpan atas pertanyaan kuasa hukum tergugat, bahwa TSO masih mendapatkan haknya sebagai bupati. “Lalu kenapa haknya sebagai Bupati Palas terhempang dengan Surat Penunjukan Plt dari Gubsu?,” tanya Razman yang membuat saksi terdiam.
Terkait pernyataan Sekda Arpan yang mengatakan bahwa Gubernur adalah perwakilan pemerintah pusat di daerah, Razman kemudian mempertanyakan siapa yang melantik Bupati, Walikota maupun Gubernur.
“Mendagri atas nama Presiden kan? Lalu kenapa bisa muncul surat pendelegasian dan penunjukan Plt Bupati Palas kepada Zarnawi dari Gubsu?,” tanya Razman lagi.
Arfan yang tampak gugup menjawab bahwa soal itu bukanlah kewenangannya.
“Lho kenapa Anda lepas tanggungjawab? Itu inisiasi Anda sendiri tanpa berkordinasi dengan DPRD. Dan karena surat Anda itu, terbjt dua surat pendelegasian dan penunjukan Plt,” kata Razman.
Keganjilan lainnya, dalam surat penunjukan Plt tersebut tidak tertera pertanggungjawaban kepada siapa, belum lagi dalam penggunaan anggaran yang berjalan.
Sehingga hal ini banyak keganjilan, dimana pengangkatan itu harus berdasarkan SK Plt dari Mendagri dan bukan Surat Penunjukan dari Gubernur Sumatra Utara.
“Belum lagi saat kedatangan Tim dari Pemprovsu ke rumah TSO. Anda selaku Sekda ketika menelpon ajudan menyatakan bahwa kunjungan silaturahmi, lalu tensi-tensi. Namun kemudian muncul surat yang hasil diagnosa dari rumah sakit perawatan semula dan bukan hasil Tim yang dari Pemprovsu,” ujarnya.
Dalam persidangan, dua saksi yang dihadirkan secara terpisah tampak sering berubah-ubah dan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh penggugat maupun Ketua Majelis hakim, saksi terlihat gugup.
Ketua Majelis Hakim, Christian Edni Purba, pun akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan pekan depan.
Usai persidangan, Razman Arif Nasution mengatakan bahwa sejauh ini pernyataan para saksi-saksi selama persidangan semakin menguatkan banyaknya kejanggalan atas terbitnya surat Gubsu atas penunjukan Wabub Palas Zarnawi sebagai Plt Bupati Palas.
“Ini semakin terang benderang. Hari ini, kesaksian di persidangan kembali menguatkan apa yang menjadi objek gugatan. Seperti yang disebutkan saksi tadi, observasi hanyalah pengamatan sederhana. Dan seyogyanya dilakukan pemeriksaan komprehensif di rumah sakit dengan fasilitas lengkap. Tidak cukup hanya dengan pengamatan sederhana menggunakan alat tensi gitu saja,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Razman kemudian juga menolak hadirnya dr Luhu Afianto sebagai saksi, karena observasi terhadap TSO bukanlah kewenangan saksi.
“Lagi-lagi, sungguh tidak masuk akal. Yang tidak punya kewenangan dijadikan saksi dalam sidang ini. Lebih parahnya, saksi tadi berkilah menggunakan surat hasil pemeriksaan kesehatan CT SCAN TSO di Rumah Sakit Bukit Tinggi. Ini kan sudah melanggar aturan,” tegasnya.
Razman menyebut, bahwa tidak mungkin seorang dokter menggunakan hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter dan rumah sakit lain, dan menjadi hasil laporan yang diterbitkannya.
“Ini jelas dugaan malpraktek. Kami akan laporkan ini, karena sungguh bertentangan dengan aturan yang ada,” seru Razman lagi.
Ia pun kembali mengingatkan pihak-pihak lain, bahwa Ali Sutan Harahap (TSO) adalah Bupati Palas yang dipilih masyarakat Palas dengan mayoritas suara terbanyak pada Pilkada 2019 lalu.
“Senin depan, kami akan menghantarkan Ali Sutan Harahap (TSO) kembali menjadi Bupati Palas, seperti diamanatkan undang-undang saat dilantik Mendagri atas nama Presiden Republik Indonesia,” tegasnya.
KESAKSIAN PAKAR TATA HUKUM NEGARA
Sebelumnya, pada persidangan pekan lalu, Kamis (22/9/2022), pakar Hukum Tata Negara, Dr Margarito Kamis SH MHum, saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan tersebut, mengatakan Bupati Palas Nonaktif, Ali Sutan Harahap, bisa langsung beraktifitas sebagai Bupati Palas dan menolak terbitnya surat plt dari Gubsu.
“Secara hukum tata negara dan undang-undang kepemerintahan, posisi kepala daerah Gubernur dan Bupati bukan sebagai atasan bawahan. Tapi hubungannya dalam bentuk jenis kerjasama dan koordinasi. Gubernur bukanlah atasan bupati. Begitu sebaliknya, bupati bukan anak buah gubernur,” terang Margarito.
Ia menambahkan gubernur tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat terkait posisi jabatan bupati. “Sesuai asas contrarius actus, yang berhak membatalkan surat adalah yang menerbitkannya. Karena yang menerbitkan SK Bupati adalah Mendagri maka yang berhak membatalkannya juga Mendagri,” lanjutnya.
Ia juga menilai surat diagnosa sakit terhadap TSO yang menjadi salah satu dasar terbitnya Surat Plt oleh Gubsu, Margarito tidak valid karena tidak spesifik.
“Surat laporan pemeriksaan kesehatan itu harus spesifik, lebih detil. Tidak multi tafsir. Kalau misalnya disebut stroke, harus digambarkan bagaimana strokenya dan apa akibatnya. Harus jelas sebab akibatnya. Dan dalam hukum, esensinya adalah harus diterangkan secara spesifik. Namun surat keterangan pemeriksaan kesehatan TSO terlalu umum,” jawabnya.
KRONOLOGI
Kisruh ini berawal ketika pada Mei 2021 lalu, Bupati Palas TSO jatuh sakit. Sekda Palas Arpan Nasution kemudian mengirim surat nomor 180/2140/2021 tanggal 28 Mei 2021 kepada Gubsu perihal mohon petunjuk penyelenggaraan pemerintahan.
Pada bulan Juni 2021, Gubsu menjawab surat Sekda Palas dengan menerbitkan surat bernomor 131/5256/2021, tentang pendelegasian wewenang Bupati Padang Lawas kepada Wakil Bupati Palas.
Pada 21 Oktober 2021, Kabid Otda Ahmad Rasyid Ritonga, bersama tenaga kesehatan yang juga didampingi Sekda Palas Arpan Nasution, mendatangi kediaman TSO melakukan observasi kesehatan.
Bersama surat dari Sekda Palas sebelumnya dan hasil observasi kesehatan TSO yang dilakukan, Gubsu kemudian menerbitkan Surat Penunjukan
Wakil Bupati Palas drg Zarnawi Pasaribu sebagai Plt Bupati Palas.
Razman sebelumnya berkali-kali mempertanyakan observasi yang menjadi dasar terbitnya surat Plt.
Ia juga menunjukkan keheranannya dengan keputusan Gubsu Edy Rahmayadi yang memerintahkan TSO melakukan pemeriksaan kesehatan di RSU Adam Malik pada tahun 2022, justru setelah berbulan-bulan terbitnya surat Plt Bupati Palas dan ketika pihaknya tengah mempersiapkan gugatan.
“Ini sungguh tidak masuk akal. Seharusnya, untuk pemeriksaan kesehatan tingkat kepala daerah dilakukan pemeriksaan di rumah sakit dengan fasilitas memadai, seperti halnya juga saat pilkada dulu. Seharusnya dilakukan serangkaian tes kesehatan yang komprehensif, menyeluruh. Tidak sekedar ditensi-tensi saja. Dan itu harusnya dilajukan sebelum terbitnya Surat Plt,” tegas Razman berulangkali beberapa waktu lalu.
Pada Senin 23 Mei 2022 lalu, TSO akhirnya menggugat ke PTUN Medan Surat Gubsu nomor 132/12201/2021 tertanggal 24 November 2021, yang menunjuk Wakil Bupati Palas, Ahmad Zarnawi Pasaribu sebagai Pelaksana tugas Bupati Palas. Zarnawi kemudian turut menjadi Tergugat Intervensi.
Selain gugatan di PTUN, TSO juga melaporkan Gubsu Edy Rahmayadi dan Sekda Palas Arpan Nasution di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu), pada Sabtu (4/6/2022), terkait dugaan pidana penyalahgunaan kewenangan atas terbitnya surat tersebut.
“Dan saat ini penanganan kasusnya di Polda Sumut sudah SP2HP. Kami yakin, laporan ini juga akan terus berlanjut,” kata Razman. (Red)