MEDAN – Perkara dugaan korupsi kredit macet Bank Tabungan Negara (BTN) Medan dengan debitur Canakya Suman selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (PT KAYA), yang kemudian membelit Direktur Utama (Dirut) PT Agung Cemara Realty (ACR), Mujianto, sebagai terdakwa, kembali disidangkan dengan menghadirkan dua saksi dari Bank Sumut, di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (31/08/22).
Tim penasehat hukum Mujianto, Surepno Sarpan SH dan Rio Rangga Siddiq SH, sempat menyampaikan keberatan tentang BAP kepada majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri Medan, yang diketuai Immanuel.
Keberatan disampaikan sesaat majelis hakim membuka persidangan. “Maaf yang mulia, setelah kami cermati isi BAP ternyata penetapan tersangka kepada klien kami, Mujianto, pada 11 Maret 2022, sementara saksi diperiksa dimulai pada 14 maret 2022. Artinya bahwa saksi-saksi diperiksa setelah penetapan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pada Kredit Modal Kerja (KMK) di BTN,” ujarnya.
“Ini seperti sudah direkayasa, dalam Berkas Perkara BAP jaksa seluruh saksi-saksi diperiksa pada tanggal 14 Maret 2022, sementara Surat Perintah Penyidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dan Surat Penetapan Tersangka diterbitkan tanggal 11 Maret 2022. Mengapa bisa lebih dulu dijadikan tersangka, sebelum adanya pemeriksaan saksi-saksi,” ucap Rio Rangga Siddiq SH.
Keberatan tersebut, langsung disikapi majelis hakim dengan menyatakan bahwa hal tersebut nantinya bisa dilihat dari kesaksian yang dihadirkan. “Seharusnya disampaikan pada saat prapid, karena ini telah memasuki pokok perkara,” kata Ketua Majelis Hakim Tipikor, Immanuel Tarigan.
Dalam persidangan tersebut, Penuntut Umum Tipikor Kejatisu menghadirkan dua saksi yakni Pimpinan Bank Sumut Cabang Tembung, Muftihuddin dan Bagian Kredit Bank Sumut Cabang Tembung, Yudi Hariadi.
Sebelum lebih jauh masuk dalam pemeriksaan saksi, Penasehat hukum Mujianto yaitu Rio Rangga Siddiq SH bertanya kepada saksi-saksi, kapan keduanya diperiksa oleh kejaksaan dalam proses penyidikan.
“Saya diperiksa yang terakhir oleh jaksa pada sekira bulan April 2022,” ucap saksi Muftihuddin.
“Jelas bahwa saksi-saksi yang diperiksa adalah bukan terhadap terdakwa mujianto,” tegas Rio.
Dalam kesaksian keduanya membenarkan, bahwa Mujianto memang debitur di Bank Sumut Cabang Tembung, dimana memang ada mengajukan pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) di Bank Sumut senilai Rp35 Miliar pada tahun 2012 dan lunas pada 2014.
“Agunan yang diajukan itu sebanyak 151 SHGB atau 151 perumahan Takapuna Residence yang diajukan oleh PT ACR, dimana Mujianto selaku Dirutnya,” ucap Yudi yang diiyakan oleh Mufti Muddin dalam persidangan.
Nah, soal Canakya Suman itu baru diketahui saat perpanjangan kredit sekitar 2013. Dimana, lanjut Yudi, saat itu bersama Canakya ia langsung mendatangi kantor Mujianto di Jalan Sudirman.
“Saat itu, Mujianto menyatakan kok sama saya lagi. Saya tanda tangan untuk selanjutnya kewajiban Canakya Suman,” ucap Yudi saat menirukan ucapan Mujianto.
Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim terkait nilai uang yang belum dibayarkan saat perpanjangan maret 2013 tersebut, Yudi menyatakan sekitar Rp23,9 miliar atau 114 SHGB. Dan saat pelunasan pada April 2014, senilai Rp13,4 miliar lunas, dimana saat itu tinggal 79 SHGB.
Masih dalam keterangan Yudi, bahwa 79 SHGB itulah yang dibawa Canakya untuk agunan di BTN Cabang Medan. “Nah untuk cek bersih, dirinya telah berkordinasi dengan Pimpinan Bank Sumut Cabang Tembung, Mufti Muddin,” ucapnya.
Mengiyakan hal itu, Mufti menyatakan bahwa memang pernah disampaikan secara lisan.
Mufti dan Yudi menyatakan bahwa pembayaran langsung oleh pihak PT ACR, yang kemudian langsung terkoneksi untuk pembayaran. “Jadi yang kita tahu bahwa yang membayar pinjaman adalah PT ACR,” ucapnya.
Yang jelas, kata Yudi, saat ke BTN itu yang berurusan Canakya bukan Mujianto.
Dalam kesaksiannya ia pun menyampaikan dalam prosesnya setiap pembayaran cicilan langsung diserahkan SHGB nya. “Jadi kita langsung kasihkan,” ucapnya.
Usai mendengarkan kesaksian, majelis hakim menunda persidangan hingga dua pekan ke depan.
DUKUNG
Di tempat terpisah, praktisi hukum yang juga seorang advokat, Redwin SH, memberikan dukungan kepada tim penasehat hukum terdakwa Mujianto atas upaya penyampaian keberatan dalam persidangan tersebut.
Meskipun Ketua Majelis Hakim menyatakan keberatan tersebut merupakan bagian dari Praperadilan, namun Redwin berpendapat, keberatan Penasehat Hukum Mujianto dapat menjadi Pertimbangan Majelis Hakim pada saat pengambilan keputusan akhir yang membebaskan terdakwa Mujianto.
“Oleh karena keberatan-keberatan tersebut telah memperjelas, bahwa Mujianto dilibatkan dengan rangkaian acara yang saling bertolak belakang dan menyimpang dari KUHAP,” ujar Redwin. (Red)