Jakarta, SJNN – Kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J memasuki babak baru. Sebagai bagian proses hukum sebelum berkas 5 tersangka masuk ke pengadilan, Timsus Polri melakukan rekonstruksi atau reka ulang yang menghadirkan 5 tersangka.
Langkah penyidik yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi itu pun menuai apresiasi dari berbagai kalangan.
Pengamat Hukum Pidana Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum menilai, sikap tegas Brigjen Andi Rian Djajadi di dalam rekonstruksi peristiwa menghilangkan nyawa Brigadir J harus dijadikan contoh untuk mengembalikan prinsip ‘Due Process of Law’ atau perwujudan dari sistem peradilan pidana yang benar-benar menjamin, melindungi, dan menegakkan hak asasi manusia dalam penegakan hukum.
“Rekonstruksi yang dilakukan oleh Bareskrim Polri pada prinsipnya ditujukan dalam kerangka kepentingan pembuktian atas perbuatan para pelaku yang menghilangkan nyawa Brigadir J sehingga jaksa penuntut umum (JPU) dan Hakim yang menyidangkan perkara memiliki keyakinan atas perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku telah memenuhi rumusan delik sebagaimana dimaksud dalam dakwaan JPU,” tegasnya saat dikonfirmasi, Jum’at (2/9/2022).
Artinya, lanjut Alpi, bahwa rekonstruksi yang dilakukan oleh penyidik bersama-sama dengan JPU dalam suatu peristiwa pidana pada dasarnya berorientasi untuk memberikan perlindungan terhadap korban dalam proses penegakan hukum yang berlandaskan due prosess of law.
“Sikap tegas Brigjen Andi Rian selaku Dirtipidum Bareskrim Polri perlu diapresiasi untuk mengembalikan tertib hukum pidana. Disamping itu, kita juga tidak menutup mata bahwa keberhasilan pengungkapan peristiwa dan pengungkapan skenario perbuatan menghilangkan nyawa Brigadir J merupakan hasil kinerja tim Dittipidum Bareskrim Polri untuk tetap Satya Haprabu dan menjaga marwah institusi Polri ,” ujarnya.
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini juga menilai, transparansi di dalam proses penyidikan tidak dimaknai menerobos aturan hukum, namun tetap dimaknai menghormati mekanisme aturan hukum (Ius Constituendum).
“Sosok Brigjen Andi Rian yang sangat tegas di dalam kegiatan rekonstruksi peristiwa hilangnya nyawa Brigadir J menunjukkan bahwa sosok ini mampu menempatkan segala sesuatu sesuai dengan tempatnya, artinya Brigjen Andi Rian mampu meletakkan crime control model dan due process model sesuai dengan mekanisme penegakan hukum pidana,” sebutnya.
Pria berlatar belakang akademisi ini juga mengatakan, sosok seperti Brigjen Andi Rian saat ini jarang ditemukan sebagai sosok yang tetap memaknai transparansi namun tetap mematuhi kaidah-kaidah hukum pidana.
“Bisa saja beliau mengambil peluang atau kesempatan mengikuti arus transparansi dengan mengikuti irama berbagai pihak dengan meminimalisir resiko mencari simpati atas peristiwa yang menjadi perhatian masyarakat. Namun hal ini tidak beliau lakukan karena penegakan hukum harus dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum. Ketidakpercayaan berbanding lurus dengan kekeliruan memahami transparansi itu sendiri,” pungkas Dr. Alpi.(rel/yds)