NIAS UTARA // topsumut.com –Pemerintah Sumatera Utara menggelar konsultasi publik Revisi Zonasi pada Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Nias Utara, Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel OSEDA Jln Gowe Zalawa Desa Fadoro Fulolo, Senin (04/12/2023).
Konsultasi publik ini dilaksanakan untuk memperbaharui pengelolaan kawasan konservasi pasca berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi.
Konsultasi publik dibuka oleh Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Nias Utara, Bazisokhi Hulu, di depan para pemangku kepentingan yang dihadiri oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, pemerintah daerah, Polres, Polairud, TNI, masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat.
Dalam sambutannya, Bazisokhi menyampaikan bahwa potensi kelautan dan perikanan Nias Utara perlu dikelola secara optimal sesuai peraturan yang berlaku.
“Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya terletak di antara Kecamatan Sawo sampai Lahewa. Kami berharap proses konsultasi publik revisi zonasi ini
dapat dicapai maksimal karena akan mempengaruhi perencanaan di masa mendatang, baik itu secara program maupun implikasi kegiatan,” ungkap Bazisokhi.
Berdasarkan Permen-KP Nomor 31 Tahun 2020, zonasi pada kawasan konservasi yang telah ditetapkan selayaknya mengikuti peraturan terbaru. Salah satunya untuk kawasan konservasi dengan kategori taman, zona inti kawasan ini harus memenuhi kriteria luasan paling sedikit sepuluh persen dari luas ekosistem atau luas habitat biota target konservasi.
“Konsultasi publik ini digelar untuk menyampaikan rekomendasi zonasi baru bagi KKP Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya sesuai Permen-KP Nomor 31 Tahun 2020 karena kawasan ini telah ditetapkan sebelum regulasi terbaru berlaku. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan konservasi ini perlu diperbarui menyesuaikan peraturan tersebut, yaitu perlu dinaikkan target perlindungannya dari dua persen menjadi sepuluh persen,” ungkap Zufriwandi Siregar.
Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Muda, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya di Kabupaten Nias Utara, sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54 Tahun 2017. Kawasan konservasi yang dikelola sebagai Taman Wisata Perairan ini memiliki 29.230,85 hektare ini dan zona inti seluas dua persen dari total luas kawasan. Dalam konsultasi publik kali ini, KKP Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya diusulkan akan memiliki zona inti seluas 433,31 hektare atau sebesar 24,23 persen dari total luas ekosistem target konservasi.
“Melalui revisi zonasi ini, kami berharap adanya tindak lanjut untuk membentuk dan menempatkan Unit Pengelolaan Teknis Daerah (UPTD), kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas), pembentukan lembaga pengelola di tingkat desa, sekaligus pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesisir di Kabupaten Nias Utara”, ungkap Sabar Jaya Telaumbanua.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Nias Utara.Dalam merancang revisi pengelolaan zonasi KKP Sawo Lahewa, Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Perikanan Kabupaten Nias Utara didukung oleh Konservasi Indonesia untuk melaksanakan berbagai kajian.
“Pemerintah bersama Konservasi Indonesia telah melakukan survei biofisik dan survei sosial ekonomi masyarakat, baik di dalam maupun di luar KKP Sawo Lahewa, pada bulan September lalu. Hasil kajian ini menjadi referensi kita bersama dalam merancang revisi zonasi ini,” ungkap Teuku Youvan, Sundaland.
Program Director Konservasi Indonesia.
Berdasarkan hasil survei biofisik yang dilakukan, Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa memiliki nilai penting dalam mendukung dan menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang, mangrove, dan lamun. Kawasan ini juga penting bagi kelestarian biota lainnya, termasuk penyu sisik (Eretmochelys imbricita) yang masuk kategori terancam dalam IUCN Red List dan ikan pari totol biru (Thaeniura lymma), yang turut dijumpai dalam survei biofisik tersebut.
Hasil biofisik kemudian dianalisis guna mendapatkan rekomendasi desain rencana zonasi terbaru.
“Dari kajian survei biofisik, kami menemukan kondisi terumbu karang yang masih baik berada di Pulau Mause dan sisi barat kawasan konservasi yaitu perairan Sawo dan perairan Pulau Sarangbaung. Sedangkan ekosistem mangrove masih baik dan cukup luas,” jelas Youvan.
Selanjutnya setelah konsultasi publik ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara bersama Konservasi Indonesia akan melakukan konsultasi teknis revisi zonasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
“Setelah penetapan kawasan, pengelolaan konservasi ini diharapkan memberi manfaat bagi ekosistem dan ekonomi masyarakat sekitar yang dibuktikan dengan kelimpahan spesies atau ikan ekonomis penting dan meningkatnya efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (EVIKA).
Lebih dari pada itu, pengelolaan kawasan konservasi ini diharapkan juga dapat membantu tercapainya target 30×45 oleh Pemerintah Indonesia yaitu terdapat 30 persen- kawasan konservasi perairan di Indonesia pada tahun 2045,” tutup Youvan.
(AZ)