MEDAN-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan 3 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif setelah sebelumnya dilakukan ekspose kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya, Selasa (27/6/2023) dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Ekspose perkara dari Kejati Sumut diikuti Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Sumut Drs. Joko Purwanto, SH, Aspidum Luhur Istighfar, SH,M.Hum, Kabag TU, Koordinator, dan para Kasi menyampaikan ekspose perkara secara daring. Dan, kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Belawan, Kajari Karo, Kacabjari Karo di Tiga Binanga dan JPU dari perkara yang diekspose.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa sampai Rabu (28/6/2023) Kejati Sumut sudah menghentikan 51 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Adapun perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah dari Kejari Belawan dengan tersangka Ibrahim Jalil Alias Jalil, warga Marelan melakukan penipuan dan melanggar Pasal 378 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana atau Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dari Cabang Kejaksaan Negeri Karo di Tiga Binanga dengan tersangka atas nama Elyas Suranta Kacaribu Alias Suran dan tersangka atas nama Laurencus Heru Pinem Alias Ramban warga Lau Baleng melakukan penggelapan dan melanggar pasar Pasal 480 ayat (1) KUHP ‘Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,- dihukum : 1e. Karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan’.
Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan, tiga perkara ini disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan RJ, dimana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana diancam dengan pidana penjara dibawah lima tahun; adanya perdamaian antara korban dengan tersangka , dimana tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi kembali.
“Penghentian penuntutan dilakukan berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, artinya di antar tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula,” kata Yos A Tarigan.(lin)